Minggu, 08 Juli 2012

Teori Belajar


Teori Belajar


Dalam psikologi pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia. Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks pembelajaran.
Teori belajar memiliki dua nilai utama menurut Hill (2002), Salah satunya adalah dalam menyediakan kita dengan kosa kata dan kerangka kerja konseptual untuk menafsirkan contoh pembelajaran yang kita amati. Yang lainnya adalah dalam mengusulkan dimana kita seharusnya mencari solusi untuk masalah praktis. Teori-teori tidak memberikan solusi, tetapi mengarahkan perhatian kita pada variabel yang penting dalam menemukan solusi.
Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Ada beberapa macam teori belajar diantaranya:
  1. Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Ciri-Ciri Teori Behavioristik
  • Mementingkan faktor lingkungan
  • Menekankan pada faktor bagian
  • Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif
  • Sifatnya mekanis
  • Mementingkan masa lalu
Teori behaviouristik ini memiliki beberapa cabang teori yang menekankan pembelajaran pada titik yang berbeda-beda yaitu;
  1. Teori Behavioristik Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme. Prosedur eksperimennya ialah membuat agar setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ke tempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung, maka binatang itu sering melakukan bermacam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu lepas ke tempat makanan.


  1. Teori Behavioristik Watson
Beliau mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Penganut aliran ini lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal – hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. Pendapat yang di kemukakan yaitu :
    1. Teori stimulus dan respon. Apabila kita menganalisis tingkah laku yang kompleks, akan di temukan rangkaian unit stimulus dan respon yang disebut reflex. Stimulus merupakan situasi objektif dan respon merupakan reaksi subjektif individu terhadap stimulus.
    2. Pengamatan dan kesan. Adanya kesan motoris di tujukan terhadap berbagai stimulus.
    3. Perasaan, Tingkah laku dan Afektif. Di temukan tiga reaksi emosional yang di bawa sejak lahir, yaitu : takut, marah, dan cinta. Perasaan senag dan tidak senang merupakan reaksi senso motoris.
    4. Teori berpikir. Berpikir harus merupakan tingkah laku senso motoris dan berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir.
    5. Pengaruh Lingkungan tehadap perkembangan individu. Reaksi instinktif atau kodrati yang di bawa sejak lahir jumlahnya sedikit sekali, sedangkan kebiasaan – kebiasaan yang terbentuk dalam perkembangan di sebabkan oleh latihan dan belajar.


  1. Teori Behavioristik Clark Hull
Mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat di pengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Dia berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull, kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu di kaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun menghasilkan respon yang berbeda–beda bentuknya. Teori ini tidak banyak dipakai dalam dunia praktis karena dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti, idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan melalui eksperimen empiris, dan partikularistic, usaha utk menggeneralisasi hasil eksperimen secara berlebihan, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen


  1. Teori Behavioristik Edwin Guthrie
Mengemukakan teori kontinguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respon tertentu. Selanjutnya Edwin Guthrie berpendapat bahwa hubungan antara stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu, di perlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit di tinggalkan. Hal ini dapat terjadi karena merokok bukan hanya berhubungan dengan satu macam stimulus, tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi. Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang di berikan pada waktu yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.
  1. Teori Behavioristik Skinner
Dalam teori ini di sebutkan bahwa ada dua macam respon, yaitu :
    1. Respondent response. Respon ini di timbulkan oleh perangsang – perangsang tertentu yang disebut electing stimuli yang sifatnya relative tetap dan terbatas serta hubungan antara stimulus dan respons sudah pasti sehingga kemungkinan untuk di modifikasi kecil, misalnya makanan yang menimbulkan air liur.
    2. Operant response. Respon yang timbul dan berkembangnya di ikuti oleh perangsang–perangsang tertentu, yamg biasa di sebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer. Perangsang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme sehingga sifatnya mengikuti, misalnya saja seorang anak belajar, kemudian memperoleh hadiah sehingga ia akan lebih giat lagi belajar, berarti responnya menjadi lebih kuat / intensif. Respon ini merupakan bagian yang tebesar dari pada tingkah laku manusia dan kemungkinannya untuk di modifikasi tak terbatas. Titik berat teori Skinner adalah pada respon kedua ini.


  1. Teori Behavioristik Ivan Pavlov
Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov yang menyimpulkan bahwa sesuatu yang di pelajari dapat di kembalikan kepada stimulus respon. Mendidik pada dasarnya adalah memberikan stimulus yang memberi respon sesuai yang kita inginkan. Hal ini di lakukan berulang – ulang agar hubungan stimulus dan respon semakin kuat.
  1. Teori Behavioristik Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus , melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.


  1. Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif  ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
  1. Teori Kognitif Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation” bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
  1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.


  1. Teori Kognitif Ausabel
Menurut Ausabel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang di sebut”pengatur kemajuan (belajar)” (advance Organizer) di definisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan di ajarkan.
Ausabel percaya bahwa “Advance organizers” dapat memberikan tiga macam manfa’at, yakni;
  1. Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan di pelajari oleh siswa.
  2. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang di pelajari siswa “saat ini” dengan apan yang “akan” di pelajari siswa.
  3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
  1. Teori Kognitif Bruner
Bruner mengusulkan teorinya yang di sebut free discovery learning, menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru member kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan melalui contoh – contoh yang menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Disamping itu Brunner mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang efektif dikelas. Menurut Brunner teori belajar itu bersifat diskriptif, sedangkan teori pembeljaran bersifat preskriptif.
  1. Teori Belajar Humanisme
Abraham Maslow dan Carl Rogers termasuk kedalam tokoh kunci humanisme. Tujuan utama dari humanisme dapat dijabarkan sebagai perkembangan dari aktualisasi diri manusia automomous. Dalam humanisme, belajar adalah proses yang berpusat pada pelajar dan dipersonalisasikan, dan peran pendidik adalah sebagai seorang fasilitator.
Afeksi dan kebutuhan kognitif adalah kuncinya, dan goalnya adalah untuk membangun manusia yang dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang kooperatif dan suportif. Dijelaskan juga bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya. Kerana itu dalam kaitannya maka setiap diri manusia adalah bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri.
Teori ini juga terwujud dari teori Bloom dan Krathwohl dalam bentuk taksonomi Bloom. Sealain itu, empat pakar lain yang juga termasuk kedalam kubu teori ini adalah Kolb, Honey, dan Mumford, serta Hebermas.
  1. Bloom dan Krathwohl
Dalam hal ini, Bloom dan Krathwohl menunjukan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan;
  1. Kognitif
Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu
  1. Pengetahuan (mengingat, menghafal)
  2. Pemahaman (menginterpretasikan)
  3. Aplikasi (menggunakan kosep untuk memecahkan suatu masalah)
  4. Analisis (menjabarkan suatu konsep)
  5. Sintesis (menggabungkan bagian – bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)
  6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya)
  1. Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaiti
  1. Peniruan (menirukan gerak)
  2. Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
  3. Ketepatan (melkukan gerak dengan benar)
  4. Perangkaian (melakukan berberapa gerakan sekaligus dengan benar)
  5. Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)
  1. Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu
  1. Pengnalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)
  2. Merespons (aktif berpartisipasi)
  3. Penghargaan (menerima nilai – nilai, setia kepada nilai – nilai tertentu)
  4. Pengorganisasian (menghubung – hubungkan nilai – nilai yang dipercayai)
  5. Pengamalan (menjadikan nilai – nilai sebagai bagian dari pola hidup)

  1. Kolb
Sementar itu, seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu
    1. Pengalamn konkret
Pada tahap ini dalam proses belajar, seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Belum mengetahui kesadaran tentang hakiakt kejadian tersebut. Belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap pertama proses belajar.
    1. Pengamatan aktif dan reflektif
Pada tahap ini, siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
    1. Konseptualisasi
Pada tahap ini, mulai belajar untuk membuat abstraksi atau “teori” tentang sesuatu hal yang pernah diamati, pada tahap ini diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan – aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda – beda, tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
    1. Eksperimentasi aktif
Pada tahap akhir sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum kesituasi yang baru. Menurut Kolb, siklus belajar semacam ini terjadi berkesinambungan dan berlangsung diluar kesadaran siswa.
  1. Honey dan Mumford
Berdasarkan teori Kolb ini, Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa. Menurut mereka, ada empat macam tipe siswa, yakni
      1. Aktivis
Cirri dari siswa yang bertipe aktivis adalah mereka yang suka melibatkan diri pada pengalamn – pengalaman baru. Cenderung berfikir terbuka dan mudah di ajak berdiaog.
      1. Reflector
Cenderung sangat berhati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusan, siswa tipe ini cenderung “konservatif” dalam arti mereka lebih suka menimbang – nimbang secara cermat, baik buruk suatu keputusan.
      1. Teoris
Biasanya sangat kritis, senang menganalisis, dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif.
      1. Pragmatis
Biasanya menaruh perhatian besar pada aspek – aspek praktis dari segala hal.
  1. Hebermas
Dalam pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan sesame manusia. Hebermas mengelompokan tipe belajar menjadi tiga bagian, yaitu
  1. Belajar teknis
Dalam belajar teknis, siswa belajar bagaimana berinterksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasi dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk nitu.
  1. Belajr praktis
Siswa juga belajar berinteraksi tetapi pad tahap ini yang lebih penting adalah interaksi antara dia dengan orang – orang di sekililingnya.
  1. Balajar emansipatoris
Siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) cultural adri suatu lingkungan.


  1. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Ciri-ciri teori Konstruktivisme
  • Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
  • Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
  • Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
  • Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan. Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya. Aplikasi dan Implikasi dalam Pembelajaran.
  1. Teori Belajar Sibernetik
Teori belajar ini merupakn teori yang paling baru. Teori berkembang dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi. Sekilas teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses. Namun yang lbih penting adalah system informasi yang diproses. Informasi inilah yang akan mementingkan proses.
Asumsi lain dari teori ini adalah tidak ada stu pun proses belajar yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini dikembnagkan oleh landa dan pask dan scott.
  1. Landa
Menurut landa ada dua macam proses berpikir. Pertama berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir linear, lurus menuju kesatu target tertentu. Jenis ke dua adalah cara berpikir heuristik, yakni car berfikir divergen menuju kebeberapa target sekaligus. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak di pelajri itui atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui cirri –cirinya. Satu hal lebih tepat apabila di sajiakn dalam urutan teratur, linear, sekunsial, satu hal lain lebih tepat apabiala disajikan dalam bentuk terbuka dan member keleluasan untuk berimajinasi dan berpikir.
  1. Pask dan Scott
Pendekatan serialis yang di usulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatan algoritmik. Namun cara berpikir menyeluruh tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat kedepan, lansung kegambaran lengkap sebuah system informasi.
  1. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
  1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
  5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
  1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
  2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
  3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
  4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
  1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
  2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
  3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
  4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
  5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.


























Daftar Pustaka


Dalyono,M. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Landasan Proses Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Uno, Hamzah B. 2010. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar